Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara | Seno Gumira Ajidarma
Cari Berita

Advertisement

Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara | Seno Gumira Ajidarma

Tuesday, September 12, 2017

"Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran. Fakta-fakta bisa diembargo, dimanipulasi, atau ditutup dengan tinta hitam, tapi kebenaran muncul dengan sendirinya, seperti kenyataan.


Jurnalisme terikat oleh seribu satu kendala, dari bisnis sampai politik, untuk menghadirkan dirinya, namun kendala sastra hanyalah kejujurannya sendiri.

Buku sastra bisa dibredel, tetapi kebenaran dan kesusastraan menyatu bersama udara, tak tergugat dan tak tertahankan. Menutupi fakta adalah tindakan politik, menutupi kebenaran adalah perbuatan paling bodoh yang bisa dilakukan manusia di muka bumi.
ㅤㅤ ㅤㅤ
"Kesustraan hidup di dalam pikiran. Di dalam sejarah kemanusiaan yang panjang, kebenaran dalam sastra akhirnya menjulang dengan sendirinya, di tengah hiruk pikuk macam apapun yang diprogram secara terperinci lewat media komunikasi massa.

Rekayasa media massa yang paling canggih pun akan cepat lumer seperti es krim, namun kesusastraan yang ditulis di atas kertas cebok di padang pengasingan, dari Buru sampai Siberia, dari detik ke detik memunculkan dirinya, bicara dalam segala bahasa di delapan penjuru angin. Jangan salah tafsir, ini bukan pemahlawanan para sastrawan, ini hanya menunjukan keberadaan sastra.

Setiap kali kepala seorang sastrawan dipenggal, kebennaran dalam sastra itu akan menitis ke kepala seribu sastrawan lain--yakni siapapun mereka yang 'dikutuk' untuk menuliskan kebenaran."

Bentang, Yogyakarta, 2005.